Pengembangan suatu desa wisata tidak hanya melulu hanya mengikuti trend kekinian, tapi harus banyak sisi lain yang mesti diperhatikan. Perintisan dan pengembangan suatu desa wisata tidak pula hanya cukup punya semangat dan kemauan semata, tetapi harus diiringi dengan kemauan membuka wawasan dan terus belajar tentang trik-trik pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dari para ahli yang sudah berpengalaman secara akademisi maupun praktisi di lapangan. Begitu pula dalam berpromosi dan memasarkan produk desa wisata tidak hanya cukup memanfaatkan platform media sosial yang mudah, murah dan gratis, tetapi juga harus mengetahui segmen pasar wisatawan yang disasar termasuk yang paling penting adalah jenis produk wisata yang dipasarkan. Tetapi apakah produk wisata yang ditawarkan memiliki unsur-unsur unik, berbeda dan mempunyai nilai tambah yang tinggi (dampak nilai tambah sosial, ekonomi dan edukasi) baik kepada wisatawan itu sendiri mapun kepada pengelola desa wisata.
Makanya kemudian dalam istilah kepariwisataan dalam hal mengenalkan, mempromosikan dan menjual produk wisata ada istilah unique selling point atau nilai jual yang unik. Jadi dalam hal pengembangan suatu produk wisata sebelum "melemparkannya' ke pasar wisatawan harus benar-benar diperhatikan tentang jenis produknya apakah memiliki unsur keunikan yang hanya ada di desa wisata Kita, harus ada pembeda dengan produk wisata yang sudah ada dan harus memiliki nilai jual yang tinggi dengan segala narasi dan cerita yang waw dibalik suatupoduk wisata tersebut.
Lalu apa sih pentingnya secara spesifik menentukan uniqu selling point (UPS)ini ? Berikut ulasannya untuk Kita sama-sama berbagi.
Pertama adalah untuk bisa mulai fokus menggali dan mengemas produk wisata yang akan dikembangkan tersebut. Sehingga energi komunitas dan pengelola suatu desa wisata tidak terkuras habis untuk bekerja ke hal-hal yang tidak fokus dan kurang penting. Ketika sudah bisa fokus kemudian para pengelola desa wisata sudah bisa menggali narasi atau cerita masa lalu tentang produk wisata tersebut kenapa sampai hanya ada di desa wisata yang bersangkutan. Produk wisata ini bisa berupa daya tarik wisata, paket wisata edukasi yang dikemas berdasarkan keseharian warga lokal, jenis-jenis flora dan fauna yang hanya terdapat di kawasan tertentu atau tentang budaya unik yang itu kemudian dikemas menjadi paket wisata unik. Contoh daya tarik unik misalnya bagaimana Wisata Aik Rusa Berehun yang dulunya hanya seonggok kawasan eks tambang timah kemudian oleh warga lokal di reklamasi secara swadaya dan menjadi lokasi wisata edukasi bagaimana proses perjuangan komunitas, kuatnya kelembagaan pengelola dan ada daya juang yang tinggi dibalik kegiatan reklamasi secara swadaya tersebut. Lalu contoh tentang unique selling point berkaitan tentang jenis fauna yang unik seperti jenis binatang Tarsius yang ada di Bukit Peramun Desa Selumar sehingga ketika dikemas dan dipromosikan dalam paket wisata menjadi booming dan terkenal ke nusantara maupun mancanegara. Begitupula tentang keberadaan lutung putih di kawasan LPHD Gunung Kubing Desa Perpat yang hanya satu-satunya terdapat di kawasan hutan Pulau Belitung. Lalu berkaitan dengan unique selling point dari sisi budaya seperti kesenian beripat beregong yang salah satu penggiatnya ada di Desa Badau dan Desa Kembiri. Dan masih banyak contoh-contoh keunikan lain yang bisa di angkat dan dikemas menjadi produk wisata yang mempunyai nilai yang tinggi. Sekali lagi kuncinya adalah harus fokus.
Kedua pentingnya menentukan unique selling point suatu desa wisata adalah bisa menjadi pembeda dan menghindari persaingan menjual produk wisata antar suatu komunitas atau desa wisata. Penting untuk dipahami bahwa banyaknya bermunculan komunitas atau desa wisata saat ini sebenarnya bukan untuk membuat persaingan yang tidak sehat apalagi saling menjelekkan, tetapi sesungguhnya makin banyaknya bermunculan desa wisata justru makin membuka peluang untuk bersinergi, berkolaborasi dan saling berpromosi sehingga diharapkan dengan adanya pembeda dalam penjualan suatu produk wisata maka lama tinggal wisatawan di suatu destinasi wisata atau daerah tertentu akan makin lama. Wisatawan tentunya akan penasaran dan ingin menikmati produk-produk wisata yang berbeda dan mempunyai keunikan.
Ketiga adalah untuk mengangkat daya jual suatu destinasi atau desa wisata karena produk wisata yang ditawarkan benar-benar otentik dan hanya ada di desa wisata atau komunitas yang bersangkutan. Ketika daya jual suatu produk wisata tinggi maka dampak atau efek dominonya akan menular ke aktifitas-akfiitas lain yang di desa wisata tersebut atau disekitar desa wisata tersebut. Misalnya wisatawan memerlukan penginapan homestay untuk melakukan aktifitas Nyulo malam hari di pantai Desa Wisata Kreatif Terong lalu melakukan aktifitas bakar-bakar ikan dari hasil Nyulo tersebut di Wisata Aik Rusa Berehun. Lalu akhirnya mereka penasaran ingin menikmati sunrise di Puncak Bukit Tebalu dengan aktifitas wisata hiking yang sensasonal, lalu setelahnya mereka butuh sarapan kuliner tradisional yang ada di desa wisata, lalu merekapun butuh sewa kendaraan motor untuk mencapai lereng Bukit Tebalu dan begitulah seterusnya yang dinamakan efek domino dari ekosistem kepariwisataan yang sudah berjalan.
Semoga tulisan yang sederhana ini akan makin membuat para pelaku desa wisata terus semangat untuk bergerak dan mempromosikan produk-produk wisatanya yang unik dan menarik.
Dari Desa Membangun Pariwisata Indonesia.
Penulis : Iswandi (Perintis Dan Pengelola Desa Wisata Kreatif Terong)