Sifat Nendakan Menjadi Salah Satu Kunci Sukses Mengembangkan Program Desa Wisata

1251x 26-12-2020 16:58:22 Berita
Sifat Nendakan Menjadi Salah Satu Kunci Sukses Mengembangkan Program Desa Wisata

Saat tulisan ini mulai diketik, saat alam pikiran mulai tergoda untuk menuangkan segala pengalaman ketika merintis, mengembangkan dan mengelola komunitas desa wisata yang di dapatkan selama ini, ada rasa was-was sebenarnya yang muncul. Ada rasa takut, ya takut jika ada kesan dalam tulisan ini ingin menggurui semua orang. Padahal sebenarnya sekali lagi bahwa tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman dalam menjalankan sebuah amanah dan juga bagian dari sebuah kerisauan ketika masa dan jaman tidak akan pernah kompromi untuk terus meninggalkan manusia yang bergerak lamban dan tidak ngemat, tidak pernah ingat atau istilah kata masyarakat Melayu Belitung “dak nendakan” (tidak pernah ingat apa yang di ajarkan) lewat petuah-petuah, wejangan-wejangan, ajaran-ajaran, pelatihan-pelatihan, bimtek-bimtek (bimbingan teknis) yang telah dan selalu di ikuti dalam setiap kegiatan yang namanya peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Ya, kata nendakan atau dak nendakan adalah sebuah kata/kalimat pendek yang sering di ucapkan masyarakat Belitung dalam kehidupan sehari-harinya. Makna kata “nendakan” berarti selalu ingat dengan apa yang pernah di ajarkan, dilihat bahkan didengar sekalipun. Dan makna kata “dak nendakan” bermakna selalu tidak ingat dengan apa yang pernah di ajarkan, di lihat dan di dengar.
Jadi secara sederhana sebenarnya kata nendakan mengandung makna yang sangat positif untuk menjadi sebuah motivasi bahkan inspirasi bagi semua orang yang ingin dan mempunyai pikiran maju. Sifat nendakan ini akan sangat simple diterapkan jika memang berakar dari rasa sadar diri dan tidak ingin dikatakan dak nendakan. Maka kemudian sudah seharusnya sifat nendakan menjadi sebuah sifat yang melekat baik pada diri seseorang.
Sifat nendakan ini sebenarnya juga bisa dilatih agar ia menjadi sifat yang wajib yang ada pada diri seseorang. Sifat nendakan ini bisa muncul pula dengan sendirinya ketika ia beriringan dengan perubahan pola pikir (mindset) seseorang ke arah yang lebih baik.
Lalu apa hubungannya sifat nendakan ini dengan pengembangan program suatu desa wisata ? Jelas pasti ada, bahkan bisa dikatakan sangat banyak kaitannya. Terutama saat berkaitan dengan ilmu-ilmu yang pernah di ajarkan oleh berbagai narasumber, akademisi, praktisi bahkan sampai ke ahli-ahli pengembangan desa wisata Indonesia yang sudah sangat teruji kemampuannya.
Coba Kita ingat baik-baik sejak pemerintah dan banyak pihak terkait begitu getol mencanangkan program desa wisata yang berkelanjutan ? Sudah berapa banyak narasumber yang hebat-hebat bertatap muka dan berbagi cerita tentang kesuksesannya masing-masing mengembangkan desa wisata serta sudah berapa model materi yang disampaikan untuk membuat Kita jadi pintar menyikapi cara dan pola pengembangan suatu desa wisata ? Pastinya yang Kita sama tau sudah banyak sekali ilmu yang di dapatkan dari berbagai macam narasumber, tinggal kemudian ada atau tidak sifat nendakan ini pada diri Kita.
Belum lagi sifat nendakan ini saat dikaitkan dengan berbagai dasar hukum dan pijakan formal (legalitas) untuk pengembangan suatu komunitas atau desa wisata bagi sebuah niat dan semangat yang berazaskan hukum-hukum formalitas yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kalau Kita nendakan (ingat) beberapa kali narasumber pernah menyampaikan bahwa ada Undang-Undang Tentang Pariwisata Indonesia Nomor 10 tahun 2009. Isi dari undang-undang ini sangat detail dan banyak menjelaskan tentang maksud dan tujuan pemerintah mengembangkan program kepariwisataan. Bagaimana peran sumber daya manusia berkualitas sangat penting dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Dengan dasar formal inipun sudah lebih dari cukup tentang bagaimana semangat Negara untuk mendukung dan mengembangkan kepariwisataan Indonesia, khususnya yang berbasis alam dan berbasis masyarakat (desa wisata).
Begitu pula jika Kita nendakan bersama bagaimana kemudian Negara lewat Kementerian Desa saat mengeluarkan Undang Undang Tentang Desa Nomor 6 Tahun 2014. Disitu tersurat jelas bagaimana semangat Negara untuk mendorong desa lebih berperan aktif dalam melakukan pemberdayaan masyarakat desa. Dimana desa juga di ibaratkan “seperti” kerajaan kecil yang diberikan hak dan kewenangan penuh untuk menggali semua potensi desa, mengembangkan ekonomi desa dan mengembangkan produk unggulan desa. Pertanyaannya sudahkah Kita nendakan dengan semua amanat undang-undang nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa tersebut ? Baca kembali dech dengan seksama isinya satu persatu.
Lalu yang terbarukan jika Kita nendakan bersama adalah bagaimana Negara kembali hadir lewat Permendes Nomor 13 tahun 2020 tentang prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2021. Lag-lagi disini amanatnya lebih ngeri lagi. Dimana Negara mengamanatkan kepada desa-desa seluruh Indonesia untuk lebih berani menggunakan Dana Desa-nya untuk perbaikan ekonomi desa dan ekonomi kemasyarakatan sebagai akibat dari dampak pandemi Covid-19.
Kalau istilah kerennya dari beberapa contoh dasar hukum formalitas di atas untuk membuat Kita nendakan dalam mengembangkan semua potensi desa (program desa wisata) secara spesifik disebut SDGs (Sustainable Development Goals) Desa. Yang secara khusus bahwa Undang-Undang Desa memandatkan bahwa tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Pertanyaan yang sama, sudahkan Kita nendakan dengan semua itu ? Sudahkan Kita nendakan untuk apa sebenarnya Kita dihadirkan Tuhan ke muka bumi ini ? Apa maksud dihadirkannya Kita dimuka bumi ini untuk menghancurkan seisi bumi (merusak alam semesta) atau untuk menjaga keberlangsungan isi bumi (potensi bumi) demi kesejahteraan bersama dengan prinsip-prinsip keberlanjutannya (SDGs Desa) ?
Dan jika benar-benar ingin menjadi manusia yang nendakan itu tips-nya sangat sederhana, yaitu sering-seringlah bersyukur atas segala anugerah yang telah diberikan Tuhan pada Kita. Lalu berpikirlah untuk nendakan bahwa Kita hidup tidak akan selamanya, maka wariskanlah alam beserta isinya ini untuk kebaikan generasi-generasi berikutnya.
Jadi kesimpulannya bahwa dengan sifat nendakan ini banyak hal-hal yang baik bisa dilakukan dengan cara berproses dan bertahap. Semoga Kita semua pada akhirnya akan konsisten dalam mempertahankan sifat nendakan ini dan menularkannya pada orang disekitar Kita. Dan semoga Kita semua akan menatap tahun 2021 ini dengan semangat optimis untuk lebih baik dari tahun 2020 yang sebentar lagi akan Kita lewati bersama, aamiin yra !!! (Penulis Iswandi)

Posting Terkait