Penulis : Iswandi
Desa Terong adalah sebuah desa di pesisir Utara Belitung yang berada di Kecamatan Sijuk Kabupaten Belitung Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jarak dari ibukota Tanjungpandan hanya 12 km dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Dari Bandara Internasional HAS Hanandjoedin jaraknya sekitar 25 km dengan waktu tempuh antara 25 – 30 menit. Dan dari destinasi wisata Pantai Tanjung Kelayang yang juga bagian dari program Pemerintah Pusat yakni KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) hanya berjarak 15 km dengan waktu tempuh tidak lebih dari 20 menit.
Dari letaknya yang strategis ini dan juga bagian dari pengembangan kawasan wisata bahari karena letaknya yang bersinggungan langsung dengan garis pantai menyebabkan rata-rata mata pencaharian masyarakat Desa Terong tidak bisa lepas dari aktifitas melaut. Begitu juga garis pantai dan daratannya rata-rata dibatasi oleh hutan bakau (mangrove) sangat lebat, yang menyebabkan komoditi laut dan bakaunya sangat kaya akan berbagai jenis ikan, udang dan kepiting yang hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi laut dan hutan bakaunya yang masih terjaga dengan baik adalah modal terpenting untuk kelangsungan mata pencaharian dalam keseharian masyarakat desa Terong sebagai bagian dari kawasan pesisir pantai.
Walau lautnya sangat luas, namun kebiasaan masyarakat Desa Terong rata-rata jarang sekali mengarungi laut samudera sampai jauh meninggalkan bibir pantai menggunakan perahu berbadan besar. Para nelayan cukup mencari ikan, udang atau kepiting tak jauh dari bibir pantai menggunakan perahu kecil yang hanya muat maksimal untuk tiga orang. Bahkan ada yang sama sekali tidak menggunakan perahu, karena para nelayan tersebut cukup berjalan kaki menunggu saat air laut sedang surut, lalu mereka mencari ikan, udang atau kepiting tersebut dengan alat sederhana seperti pakai pukat atau jaring yang berukuran kecil. Dan dengan kebiasaan atau alat yang sederhana tersebut sudah lebih dari cukup untuk mereka menghidupkan ekonomi keluarga.
Namun ada yang membuat unik aktifitas, kebiasaan dan budaya masyarakat di Desa Terong dari desa-desa yang ada disekitarnya yaitu kebiasaan atau budaya mancing ikan Beluko di hutan bakaunya yang masih lebat. Masyarakat Desa Terong memanfaatkan potensi alam yang ada dengan menjadikannya sebuah kebiasaan (budaya) yang turun temurun sembari terus pula menjaga kelestariannya. Aktifitas mancing ikan Beluko ini sama sekali tidak merusak habitatnya apalagi merusak hutan bakaunya. Malah terkadang saat ada bibit-bibit bakau yang hanyut terbawa arus sungai atau air laut para nelayan akan peduli sekali untuk menanamkannya di titik-titik tertentu dimana bisa tumbuh dengan baik.
Hasil mancing ikan Beluko ini akan dimanfaatkan untuk tambahan lauk makan di rumah masing-masing. Nelayan biasanya memanfaatkan waktu senggangnya untuk mancing ikan Beluko ini, saat air laut mulai surut dan saat cuaca sedang panas adalah waktu-waktu yang tepat untuk mancing ikan Beluko di hutan bakau. Seorang Ayah/Bapak sebagai kepala rumah tangga biasanya saat waktu-waktu libur sekolah selalu mengajak anak laki-lakinya untuk ikut berpetualang mancing ikan di Beluko di bakau, tujuannya tak lain adalah sebagai salah satu upaya mengajarkan anaknya untuk mulai tau tentang bagaimana memanfaatkan kekayaan alam dengan bijak tanpa merusak. Sang anak biasanya diajarkan bagaimana memasang pancing dengan baik dan aman, bagaimana caranya mencari umpan yang alami dan bagaimana mencari titik-titik tempat tertentu disekitar akar pohon bakau tempat bersarangnya kumpulan ikan-ikan Beluko.
Rasa ikan Beluko yang gurih dan dagingnya yang putih bersih sangat bertolak belakang dengan bentuknya yang tidak menarik. Kulitnya hitam agak keabu-abuan, kepala bulat lonjong dan badannya yang bulat pendek dengan sisik yang tebal kalau diperhatikan sepintas sangat tidak menarik. Tapi itulah kekayaan dari Yang Maha Kuasa yang diciptakan untuk kemakmuran manusia dan patut untuk terus disyukuri.
Biasanya ikan Beluko ini akan dimasak dengan menggunakan santan kelapa asli dan dengan bumbu-bumbu yang khas Desa Terong. Atau sebagian ada juga yang digoreng/di pepes dengan bumbu kunyit. Cara penyajian saat akan disantap sebagai tambahan lauk makan juga sangat unik, karena masih menjaga adat dan kebiasaan lama, yaitu disajikan sebagai salah satu menu lauk Makan Bedulang yang khusus di sajikan untuk empat orang dalam satu keluarga yang disantap bersama ataupun saat ada tamu yang berkunjung ke rumah.
Cara makan Bedulang inipun bukan hanya sekedar disajikan begitu saja tanpa mengandung makna. Tapi sebenarnya di dalam makan cara Bedulang kebiasaan masyarakat Desa Terong (adat Belitung) ini terkandung filosofi yang sangat mendidik dan saling menghargai antara yang muda dengan orang tua. Kalau misal dalam satu keluarga itu ada empat (4) orang terdiri dari Bapak, Ibu dan dua anak, maka itu sudah bisa dilakukan untuk penyajian makan cara Bedulang. Dalam satu dulang biasanya ada beberapa menu lauk dan salah satunya adalah masakan ikan Beluko tadi (khusus di Desa Terong).
Saat menu makan Bedulang ini sudah tersaji, tatacara yang pertama adalah dari empat orang dalam satu keluarga tersebut yang paling muda umurnya (si Bungsu), maka dia lah yang bertugas membagikan piring untuk makan kepada yang paling tua umurnya secara berurutan dari mulai untuk Bapak, Ibu dan Kakak baru kemudian untuk dirinya sendiri. Setelah semua piring diberikan, selanjutnya adalah yang paling muda umurnya tadi harus mengisikan kembali nasi ke masing-masing piring yang telah dibagikannya dengan cara berurutan pula dimulai dari mengisi piring Bapak, Ibu dan Kakaknya, baru terakhir mengisi nasi untuk dirinya. Lalu setelah semua piring terisi dengan nasi sesuai dengan kebutuhannya, makan kemudian yang paling muda umurnya tadi mengangkat tutup dulang (tudung saji) dan mempersilahkan kepada yang paling tua umurnya (Bapak) untuk mengambil lauk terlebih dahulu sesuai dengan selera dan kebutuhannya. Dan untuk mengambil lauk di atas dulang inipun tetap secara berurutan pula.
Jadi filosofi yang terkandung dari cara makan Bedulang adat kebiasaan di Desa Terong (adat Belitung) ini, bahwa sederhananya adalah orang yang muda itu wajib melayani dan menghargai orang yang lebih tua umur darinya, selalu berkata lemah lembut dan tidak mendahului dalam hal-hal tertentu seperti saat makan bersama dan lain sebagainya. Begitu pula untuk yang lebih tua umurnya wajib pula menyayangi yang muda, walau dia dipersilahkan untuk mengambil lauk lebih dulu tapi takkan pernah sampai menghabiskannya, tetap akan berbagi kepada yang muda. Dan satu lagi makna yang terkandung dari makan cara Bedulang ini adalah adanya semangat kebersamaan untuk saling mengisi dan semangat sabar untuk menunggu salah satu anggota keluarga yang terlambat pulang ke rumah agar benar-benar lengkap jumlahnya untuk makan bersama. Biasanya makan cara Bedulang ini kebanyakan dilakukan malam hari selepas Shalat Magrib, sebab waktu itulah seluruh anggota keluarga bisa hadir, atau kalau siang hari biasanya di hari-hari libur.
Dalam kehidupan masyarakat Desa Terong yang lebih luas, salah satu cara untuk terus menjaga kelestarian kebiasaan makan Bedulang ini diterapkan pula pada acara-acara khusus seperti hajatan kondangan, acara selamatan sunat anak, acara ruahan di bulan Sya’ban dan acara-acara keluarga atau kemasyarakatan lainnya. Biasanya masyarakat akan berbondong-bondong datang ketika di undang oleh tuan rumah yang melakukan hajatan. Aturan makan Bedulang pada acara-acara inipun tetap sama, dimulai dari menunggu semua undangan datang dan duduk bersama sampai ke urutan-urutan tatacara membagikan piring, membuka tudung saji dan mengambil lauknyapun persis sama. Jadi memang sudah ada semacam aturan baku yang tidak tertulis untuk di ikuti bersama secara turun-temurun. Kalau ada undangan kegiatan-kegiatan adat di Desa Terong seperti disebutkan diatas, masyarakat biasanya akan sangat antusias untuk hadir. Karena dalam acara-acara seperti itu kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk bersilaturahim, bertatap muka, berbagi cerita dan pengalaman serta saling memberikan motivasi dan informasi sebagai wujud tatanan masayarakat Desa Terong yang masih kental hubungan kekeluargaannya.
Jadi kebiasaan yang berlaku ini tanpa di sadari atau tidak adalah bagian dari menjaga budaya dan kearifan lokal setempat. Kebiasaan Makan Bedulang ini pada akhirnya bukan hanya dilakukan sesama warga Desa Terong atau antar warga desa yang ada di Kabupaten Belitung saja, tetapi bisa berlaku dan dilakukan saat ada kunjungan-kunjungan tamu dari luar Pulau Belitung. Baik itu kunjungan sanak saudara yang dari luar Belitung, kunjungan pejabat-pejabat Pemerintah Propinsi Bangka Belitung, pejabat Pemerintah Pusat maupun kunjungan tamu-tamu kenegaraan seperti pejabat Duta Besar negara-negara sahabat Indonesia. Sehingga kemudian ini makin melestarikan adat, budaya dan kebiasaan yang baik untuk diperkenalkan pada semua pihak. Inilah kemudian yang membuat Kabupaten Belitung khususnya Desa Terong di kenal sebagai Desa Wisata yang melestarikan kebiasaan Makan Bedulang melalui berbagai kegiatan atau acara yang sering dilakukan dengan sajian menu spesial masakan Ikan Beluko.
Lalu kemudian di era yang makin modern dan saat secara bersamaan mulai gencarnya era pariwisata yang berbasis masyarakat serta berkelanjutan ini, pada akhirnya adat, budaya dan kearifan lokal serta kebiasaan Makan Bedulang makin mendapatkan “ruang” yang khusus untuk terus dilestarikan dan diperkenalkan. Bahkan menjadi salah satu kegiatan yang paling sering ditampilkan atau menjadi salah satu paket wisata edukasi dan interaktif yang banyak di sukai oleh pengunjung atau wisatawan. Jadi saat wisatawan berkunjung dan berwisata ke Desa Terong ketika mereka ingin menikmati kuliner makan siang atau makan malamnya, maka yang paling banyak ditawarkan adalah paket wisata menu Makan Bedulang. Dan itu mendapat sambutan yang luar biasa dari para wisatawan.
Saat era pariwisata berbasis masyarakat dan berkearifan lokal ini mulai berkembang dalam hal pengenalan cara makan Bedulang, maka selanjutnya yang terjadi adalah adanya pola pengelolaan yang lebih rapi dan terencana. Paket wisata Makan Bedulang bukan hanya semata wisatawan di ajak makan cara adat dan budaya Desa Terong, tapi kemudian para wisatawan di ajak juga pada proses mencari bahan Ikan Beluko dengan langsung di ajak mancing ke hutan bakau, persiapan bumbu-bumbunya, proses meramu bumbu, cara memasak yang benar sesuai kebiasaan yang ada di Desa Terong, cara penyajiannya di atas dulang sampai ke tatacara makannya seperti yang telah di sebutkan di awal. Dengan pola pengemasan paket wisata Makan Bedulang yang lebih komplit ini, maka di satu sisi wisatawan benar-benar dikenalkan dengan budaya lokal yang benar-benar detail dan mengedukasi untuk lebih tau betapa kayanya adat dan budaya Indonesia. Dan disisi prilaku serta pola pikir masyarakat Desa Terong khususnya bagi pengelola langsung aktifitas paket wisata Makan Bedulang terjadi kesadaran kolektif bahwa begitu pentingnya menjaga dan menghargai budaya lokal sehingga bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang luar (wisatawan) yang datang berwisata ke Desa Terong. Bagi masyarakat Desa Terong selama ini aktifitas mancing ikan Beluko di bakau dan kegiatan Makan Bedulang sudah merupakan hal yang biasa dan sudah menjadi bagian keseharian maupun aktifitas di desa. Alam sudah menjadi “sahabat” setia bagi masyarakat. Kondisi alam yang lestari turut mempengaruhi bertahannya suatu tatanan budaya dan kebiasaan masyarakat setempat.
Begitu pula saat ada istilah kesadaran kolektif dalam menjaga dan menghargai adat budaya sendiri, pada akhirnya memunculkan pula kesadaran kolektif dalam hal menjaga alam dan kelestarian lingkungan, khususnya menjaga kelestarian hutan bakau (mangrove), pantai dan laut yang sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat Desa Terong secara turun temurun. Pariwisata atau paket wisata edukasi sebenarnya “hanya bonus” dari lestarinya alam dan budaya yang selama ini terus terjaga. Maka kemudian dari kesadaran kolektif yang muncul melalui proses yang panjang dan berliku akibat dari gencarnya “bonus pariwisata” Indonesia dan Belitung, muncul pula kemudian istilah pariwisata yang berkelanjutan, artinya apa yang sudah diperbuat hari ini bukan hanya untuk saat ini tetapi diharapkan akan terus lestari dan berlanjut sampai ke anak cucu.
Dengan munculnya banyak aktifitas wisata yang berkaitan dengan budaya lokal ini tentu pengelolaan yang dilakukanpun harus lebih rapi dan terarah. Maka kemudian dengan inisisasi dari Lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Terong dan kesepakatan bersama serta restu dari Kepala Desa Terong beserta seluruh perangkat desanya dibentuklah Lembaga Desa Wisata Kreatif Terong melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Desa Terong yang akhirnya menjadi lembaga binaan Pemerintah Desa Terong untuk mengembangkan segala potensi budaya dan wisata yang ada di Desa Terong.
Disinilah kemudian muncul lagi pola pengelolaan yang berbasis masyarakat dan berkelanjutan untuk bagaimana semua yang ada saat ini ada pewaris yang mewarisi. Baik untuk pewaris adat dan budaya mancing ikan Beluko plus Makan Bedulang maupun pewaris dalam hal kesadaran menjaga kelestarian lingkungan hutan bakau (mangrove) sebagai tempat berkembang biaknya ikan Beluko untuk kelengkapan salah satu menu khas Makan Bedulang yang ada di Desa Terong. Lalu apa kira-kira strategi yang paling tepat untuk mulai menumbuhkan kesadaran bagi generasi penerus dalam hal pelestarian adat dan budaya ini ? Sangat sederhana dan mudah bila kemudian Kita bisa mengajak mereka bergabung dalam kelembagaan Desa Wisata Kreatif Terong dan melibatkan langsung mereka (anak muda) diberbagai kegiatan di desa yang berkaitan dengan pelestarian adat dan budaya ini. Mereka sebagai generasi penerus dan pewaris adat dan budaya akan lebih familiar saat mereka diberikan pemahaman sekaligus di ajak terjun langsung dalam berbagai kegiatan setiap ada kunjungan wisatawan/tamu yang berwisata ke Desa Terong. Apalagi memang mereka rata-rata sudah terbiasa melakukan aktifitas mancing ikan Beluko di bakau semenjak dari kecilnya bersama orang tua mereka. Mereka selaku generasi muda akan lebih mudah terbuka wawasannya saat bisa berinteraksi langsung, melihat, merasakan dan melakukan sendiri semua aktifitas yang berkenaan dengan pelestarian alam, adat dan budaya. Mereka bisa membantu menyajikan Makan Bedulang, menjadi pemandu lokal saat mendampingi wisatawan mancing ikan Beluko di bakau, membantu meramukan bumbu masak ikan Beluko dan menjelaskan filosofi Makan Bedulang saat wisatawan akan memulai menyantap hidangan menu yang disajikan.
Hal-hal mendasar lain yang sudah dilakukan di Desa Terong untuk menggugah kesadaran generasi muda untuk mencintai alam dan budayanya adalah melalui kegiatan penanaman bibit Bakau (mangrove) sebagai bakal habitat baru untuk berkembang biaknya ikan Beluko dan berbagai macam jenis udang, kepiting serta ikan-ikan jenis lain. Karena sekali lagi prinsip Kita berdasarkan pengalaman yang ada adalah suatu budaya dan kebiasaan masyarakat yang berkearifan lokal bisa bertahan dan berkelanjutan itu jika alam dan lingkungan yang menjadi tempat tinggal suatu kumpulan manusia tetap terjaga dan lestari bahkan semakin baik dari waktu ke waktu. Dan semuapun pasti yakin bahwa semua makhluk hidup termasuk manusia yang berbudaya (berakal) sampai kapanpun tetap akan bergantung pada alam dan lingkungan yang lestari dan terjaga.
Dan seiring berjalannya waktu, dengan lebih banyak melakukan pendekatan yang persuasif, pendekatan yang memanusiakan manusia, pendekatan yang lebih banyak menjadi pendengar yang baik bagi generasi muda, mendengarkan ide dan gagasan mereka yang kreatif, mendengarkan pendapat-pendapat mereka dan lebih banyak memberikan ruang berkreasi dan berinovasi bagi mereka (generasi muda) ternyata itulah strategi yang sangat efektif untuk “menaklukan” mereka. Saat mereka diberikan pemahaman yang benar tentang arti pentingnya menjaga alam yang berkaitan dengan budaya lokal serta pentingnya untuk menjaga keberlangsungan budaya tersebut lalu mereka diberikan kesempatan untuk ikut berbuat bersama saat itulah era baru perubahan generasi muda untuk menjadi pelaku sekaligus menjadi pewaris budaya lokal desa yang sebenarnya.
Fase-fase yang demikian panjang dilewati untuk menjaga, melestarikan dan menjadikan generasi muda sebagai pewaris budaya lokal Desa Terong dalam hal budaya mancing ikan Beluko yang berkaitan dengan pelestarian hutan bakau (alam dan lingkungan lestari) dan budaya Makan Bedulang yang berkaitan dengan etika, sopan santun, menghormati dan menghargai orang tua adalah sebagai upaya untuk menciptakan tatanan hidup budaya Melayu Belitung dan Desa Terong agar selalu terus-menerus berada dalam kerangka hidup dan kehidupan yang damai, sejahtera, adil dan makmur yang berkelanjutan.
Karena itu Kita semua harus sadar bahwa Tuhan menciptakan alam semesta ini tidak ada yang sia-sia kecuali memang manusia itu sendiri yang belum sadar. Alam (ciptaan Tuhan) dan budaya (hasil dari akal dan pemikiran manusia yang sadar) akan selalu saling berkaitan selama dunia ini masih tegak berdiri. Makin kita menjaga alam akan makin banyak tercipta dan terjaga budaya-budaya lokal yang baik di masing-masing daerah untuk Kita saling mengenal dan makin bersyukur kepada Sang Maha Pencipta. Semoga kemudian Kita semua selalu menjadi manusia pewaris dan mewarisi budaya lokal yang bermanfaat untuk kebaikan bersama, aamiin !
Penulis : Iswandi