Hikmah Dan Solusi Ditengah Pandemi Covid -19 Untuk Pelaku Pariwisata dan Desa Wisata

1696x 10-04-2021 05:17:34 Berita

"Usa gak ngarap pancing semate...!" (Jangan hanya berharap pada satu pancing)

Ungkapan kalimat di atas sangat sederhana bunyinya, namun mengandung makna petuah yang sangat dalam yang sering di ungkapkan orang-orang tua di Belitung kepada anaknya untuk menyampaikan pesan yang tersirat.

Sering kali dulunya kalimat itu disampaikan sang orang tua kepada anaknya di saat sedang santai di rumah, terkadang sambil makan memberikan nasehat, memberikan pesan-pesan yang baik untuk menjadi pijakan dan pedoman dalam mengarungi kehidupan dan bahtera rumah tangga. Apalagi jaman dulu belum begitu banyak status dan jenis pekerjaan seperti saat ini. Status Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, profesi dan pelaku pariwisata bahkan TNI/POLRI sangat jarang dan belum ada sama sekali di kampung.

Kebanyakan kalau dikampung-kampung dahulu pekerjaan sehari-harinya hanya berkebun, bertukang, melaut, sedikit yang berdagang dan kalaupun bekerja dengan perusahaan akan lebih bangga saat bisa bekerja di perusahaan timah yang sedang jaya-jayanya.

Pesan orang tua jaman dahulu sangat luar biasa dalam memberikan motivasi dan nasehat hidup kepada anak-anaknya. Dengan bahasa yang halus dan selalu dengan perumpamaan-perumpamaan yang menghibur namun sangat membekas dalam alam pikiran, sehingga benar-benar tersimpan dan membekas dalam hati sanubari sang anak (bagi yang berpikir), sehingga nasehat itulah yang benar-benar dilakukan untuk menapaki kehidupan ini.

Dan maksud kalimat nasehat dan petuah orang tua di Belitung,"Usa gak ngarap pancing semate" (Jangan hanya berharap pada satu mata pancing) adalah bahwa ketika Kita menggeluti satu bidang pekerjaan untuk menghidupi ekonomi keluarga sebagusnya tidak hanya satu bidang tertentu saja, sebab saat hanya menggeluti satu bidang tiba-tiba terjadi hambatan yang serius, potensi pasarnya sedang anjlok atau turun harga pasti akan sangat mengganggu pendapatan secara ekonomi. Di ibaratkan dengan saat pergi mancing ke laut yang hanya membawa satu mata pancing, terus tiba-tiba tali nilonnya putus entah itu di makan ikan besar atau tersangkut di karang, apa kemudian yang terjadi ? Tentu penyesalan yang terlintas dalam pikiran,"Kenapa tadi aku tidak membawa beberapa mata pancing untuk cadangan...". Tapi semuanya sudah terlambat dan sia-sia, yang ada hanya keputusan untuk cepat-cepat pulang ke rumah tanpa ada hasil yang diharapkan.

Lalu apa korelasinya petuah di atas saat dihubungkan dengan musibah wabah pandemi covid-19 saat ini yang benar-benar menghancurkan sendi-sendi ekonomi hampir di semua sektor ? Terutama pelaku sektor pariwisata dengan segala profesi yang ada di dalamnya. Baik itu pemilik tour dan travel, guide-nya, sopir, pemilik hotel, sektor UMKM, pelaku desa wisata dan lain-lain yang masih berkaitan erat dengan pariwisata. Yang pasti hubungan itu pasti ada, karena ketika kemarin-kemarin sektor pariwisata benar-benar menjadi primadona dan andalan para pelakunya, hampir semua benar-benar terlena untuk terus meraup pendapatan secara ekonomi. Mereka "lupa" untuk memikirkan alternatif cadangan lain saat umur sudah mulai menua, saat iklim dan cuaca tidak bersahabat, saat musibah dan bencana kemungkinan akan datang dengan tiba-tiba seperti mewabahnya covid-19 ini. Semuanya menjadi kolap, semua menjadi bingung, semua menjadi lemas, bahkan hampir-hampir putus asa. Untung saja pemerintah Kita masih ada kebijakan-kebijakan baru untuk memberikan stimulus ala kadarnya demi meringankan beban rakyatnya. Dan Kita dituntut untuk terus hidup bersama keluarga dan orang-orang lain di sekitar Kita dalam kondisi dan situasi apapun.

Namun semua belum terlambat untuk Kita segera merubah pola pikir (mindset) terhadap cara pandang Kita dalam menjalani roda kehidupan dan ekonomi keluarga serta dalam cara pandang Kita menjalankan profesi apapun yang kita geluti. Segeralah apa yang Kita hadapi saat ini untuk sedikit menoleh pada petuah,'Usa gak ngarap pancing semate." (Jangan hanya berharap pada satu pancing).

Di satu sisi Kita dituntut untuk tetap profesional sebagai pelaku pariwisata dan desa wisata dalam menjalankan tugasnya melayani para wisatawan dengan baik. Tapi disisi lain mulailah belajar manfaatkan peluang-peluang waktu yang ada semaksimal mungkin untuk hal-hal yang positif apapun itu. Buat dan jadwalkan management waktu yang terencana dengan baik. Tumbuhkan jiwa kreatif, berani membuat perubahan yang baik, "paksakan" jiwa untuk melakukan sesuatu yang lain diluar rutinitas kerja sehari-hari. Lalu rutinkan itu menjadi sebuah kebiasaan, bersahabatlah dengan bumi. Mulai membiasakan diri untuk mencari ilmu baru untuk mengembangkan potensi diri. Entah itu bidang pertanian, perkebunan, perikanan, wirausaha dan lain sebagainya.Semua itu tentunya harus di awali dengan perubahan-perubahan yang kecil namun membawa dampak lebih besar untuk jangka panjangnya.

Mari Kita sikapi turunnya wabah covid-19 ini sebagai cara Tuhan untuk selalu mengingatkan Kita tentang arti pentingnya menjaga kebersihan, menjaga kelestarian alam, tidak bersifat egois, menumbuhkan jiwa saling membantu, menghargai hak-hak orang lain dan sebagai sebuah tantangan untuk Kita lebih bersifat kreatif dan inovatif untuk keluar dari sebuah keterpurukan (ekonomi).(Penulis : Iswandi/red/is-one/deswisTRG)

Posting Terkait