Bicara tentang Pariwisata Indonesia dan Pariwisata Belitung memang takkan ada habisnya. Begitu banyak keindahan dan bentang alam, adat budaya serta kearifan lokal yang bisa disajikan sekaligus dinikmati oleh wisatawan. Dulu sebelum familiar pariwisata berbasis masyarakat dan sebelum pola berwisata jauh mengalami perubahan seperti saat ini, dimana saat itu dengan pola berwisata secara konvensional wisatawan benar-benar berkunjung ke suatu destinasi wisata hanya untuk menikmati keindahan alam, menikmati kuliner dan sedikit mengenal seni budayanya lalu setelah itu kembali ke tempat asal tanpa banyak berinteraksi dengan warga lokal. Kondisi Pariwisata Belitung-pun beberapa tahun ke belakang polanya seperti itu. Wisatawan saat berwisata ke Belitung waktu itu taunya hanya Pantai Tanjung Kelayang, Pantai Tanjung Tinggi, Pulau Lengkuas, SD Laskar Pelangi, Musium Kata dan seterusnya.
Baca juga tentang Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat
Berbeda ketika dalam beberapa tahun belakangan ini begitu jauh perubahan tentang pola orang berwisata. Dimana wisatawan itu tidak merasa puas kalau hanya sekedar menikmati keindahan alam dan menikmati kuliner, tetapi mereka juga ingin terlibat lebih jauh melakukan aktifitas yang tak biasa mereka lakukan di kota atau di tempat asal mereka. Wisatawan saat ini tidak mau hanya sekedar menjadi “penonton” saat bekunjung ke suatu destinasi (desa wisata) wisata, tetapi mereka ingin lebih banyak berinteraksi dan bergaul dengan masyarakat lokal dengan segala keramahan dan keunikan adat budayanya. Bahkan mereka sampai ingin menginap untuk lebih mendalami bagaimana sebenarnya pola kehidupan di desa (wisata) itu.
Lalu kemudian pola dan konsep wisata Belitung-pun secara perlahan mulai mengalami pergeseran sesuai dengan trend, regulasi dan kebijakan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia dengan program pengembangan desa wisata alias pariwisata berbasis masyarakat dengan tetap menjadikan Pantai Tanjung Kelayang, Pantai Tanjung Tinggi, SD Laskar Pelangi dan Musium Kata sebagai daya ungkit utama wisatawan untuk datang dan berwisata ke Pulau Belitung. Namun disisi lain juga diharapkan Pariwisata Belitung akan makin tumbuh dan berkembang dengan program desa wisata yang berkualitas.
Berkualitasnya suatu desa wisata adalah ketika para pengelola desa wisata itu sendiri berani unjuk gigi dengan menghasilkan produk-produk wisata yang berkualitas pula. Lalu apa itu produk wisata di desa wisata yang dikatakan berkualitas ? Yaitu ketika para pengelola desa wisata mampu mengemas segala macam budaya desa, kearifan lokal desa, alam desa dan aktifitas masyarakat desa menjadi paket wisata yang unik sehingga ketika dipromosikan akan menarik wisatawan untuk berwisata ke desa wisata dan mencoba berbagai aktifitas yang ditawarkan. Aktifitas-aktifitas masayarakat desa yang dikemas menjadi produk wisata berbasis masyarakat (atraksi wisata) tentunya memang mencerminkan seperti itulah keseharian masyarakat di desa tersebut yang didukung oleh sumber daya manusia desa wisata yang sudah sadar wisata, amenitas yang memadai dan aksesibilitas yang baik.
Contoh sederhana adalah apa yang dilakukan pengelola Desa Wisata Kreatif Terong untuk mengemas berbagai macam aktifitas masyarakat Desa Terong menjadi produk wisata yang unik seperti mencari keremis di pantai, mencari Kerang Bakau (Timong) di sela-sela tanaman mangrove, menanam sayur di kebun, belajar menganyam, belajar masak masakan tradisional Gangan Belitung, mancing ikan Beluko di mangrove, belajar musik gambus, belajar pantun Melayu Belitung, belajar seni Haderah dan lain sebagainya menjadi sebuah paket wisata edukasi yang dipromosikan secara massif di media sosial untuk bagaimana mengenalkan Wisata Belitung dan Desa Wisata Kreatif Terong yang sesungguhnya.
Baca juga : Kunjungan Wisata Edukasi Di Desa Wisata Kreatif Terong Belitung
Jadi kesimpulannya adalah apa yang dikatakan produk wisata berbasis masyarakat itu merupakan cerminan dari segala budaya yang ada di desa, kebiasaan sehari-hari masyarakat desa, aktifitas masyarakat yang ada di suatu desa dan kemudian dikemas menjadi sebuah paket wisata yang unik dan menarik. Yang diperlukan secara spesifik untuk mengemas paket wisata menjadi sebuah produk wisata adalah bagaimana daya nalar seseorang bisa ‘bermain’ dengan optimal untuk menganailisa sebuah produk wisata tersebut memang layak jual atau tidak. Lalu kemudian bagaimana membuat narasi atau cerita dari produk wisata yang telah dikemas tersebut untuk menambah ‘nilai jual’ kepada wisatawan.
Ketika branding suatu desa wisata sudah terbangun dengan baik maka akan lebih mudah untuk menjual berbagai produk-produk wisatanya. Artinya bahwa betapa pentingnya peran media sosial untuk membangun reputasi sebuah desa wisata yang dapat dipercaya oleh wisatawan.
Jadi sekali lagi mari Kita selaku pelopor, perintis dan pengelola desa wisata untuk mulai yakin bahwa apa yang menjadi aktifitas keseharian masyarakat desa itu dapat dijadikan sebagai produk wisata berbasis masyarakat yang berkualitas dan bisa menjadi pembeda antara produk wisata di suatu desa wisata dengan desa wisata yang lain (24/10/2022)
Penulis : Iswandi (Perintis Dan Pengelola Desa Wisata Kreatif Terong Belitung)